HELLO GHOST [Chapter 4]

hello-ghostHELLO GHOST

by

Dyocta

Main casts: EXO’s Chanyeol & f(x)’s Sulli || Support casts: Apink’s Eunji & Infinite’s L || Genre: Horror, Romance & Hurt. || Length: Chaptered. || Disclaimer: Inspired by Arang and The Magistrate.

Poster by flaminstkle on Poster State.

[Chapter 4]

 

Ada beberapa alasan mengapa roh yang sudah meninggalkan tubuhnya, atau sebut saja roh gentayangan. Diantaranya: mungkin saja roh itu masih memiliki urusan yang belum terselesaikan, atau mungkin saja surga tidak mau menerimanya karena orang tersebut belum seharusnya meninggal tetapi ia bersikeras untuk meninggalkan dunia fana ini dengan bunuh diri.

Dari sekian banyak kasus yang aku alami, kebanyakan dari roh gentayangan yang aku temui adalah roh yang tidak diterima oleh surga. Sungguh sangat disayangkan. Dunia ini penuh dengan keindahan lalu mengapa masih banyak orang di dunia ini yang berpikiran pendek kemudian mengakhiri hidup mereka?

.

Chanyeol dan Jinri saling bertukar pandang sehabis membaca dua paragraf singkat pada layar komputer lipat didepan mereka.

“Ini sama persis dengan apa yang dikatakan oleh peramal yang pernah aku temui,” kata si hantu perempuan.

“Benarkah? Jadi alasan mengapa arwahmu beraura gelap karena ini?”

Sejak matahari tampak tinggi di langit timur, mereka bekerja sama untuk mencari kunci dari pintu permasalahan Jinri. Setelah sebelumnya mencari pada buku dan koran, Chanyeol mulai menjelajahi dunia maya dan berhasil mendapatkan artikel yang kini mereka baca.

Jinri mengangguk. Pundaknya lemas dengan bibir mengerucut.

“Diantara dua pilihan itu mana yang cocok denganmu?” tanyanya kemudian.

“Aku tidak ingat apapun. Sungguh. Tapi menurutku, aku tidak mungkin bunuh diri, mungkin saja aku memiliki urusan yang belum terselesaikan.”

“Kau bilang kau tidak ingat kehidupanmu dulu, berarti kemungkinan kau bunuh diri juga tetap ada meskipun kecil.” Chanyeol berkomentar.

“Tapi rasa-rasanya tidak mungkin,” Jinri muram.

“Lalu bagaimana sekarang?” Chanyeol mengaruk kepalanya asal. Tidak punya petunjuk membuatnya tidak bisa berlaku banyak, kecuali menyesap kopi susu kemasan yang diseduhnya sebelum bergelut dengan misteri Jinri.

“Kalau memang kau memiliki urusan yang belum terselesaikan, itu artinya kita harus menyelesaikannya agar arwahmu bisa disucikan. Tapi masalahnya, kau tidak ingat apapun tentang hidupmu sebelumnya,”

Jinri menatap pemuda itu memijat kepalanya. Ia tidak suka pada ketidakberdayaannya dalam memecahkan masalahnya sendiri.

Chanyeol sangat baik padanya. Ia membantunya keluar dari rumah sakit bahkan kini ia berjuang agar arwahnya bisa disucikan dan masuk surga. Sedangkan Jinri belum pernah melakukan apapun sebagai tanda terima kasih.

“Park Chanyeol,”

Chanyeol lantas menoleh padanya. Pada detik itu wajah Jinri nampak sendu. Dua alisnya hampir menyambung karena kerut pada keningnya. Ada kata yang tertahan di bibir Jinri yang menimbulkan misteri dalam benaknya.

“—Aku menyukaimu.” lanjutnya tanpa diduga-duga.

Hening tak dapat terhindari. Bunyi air menetes dari wastafel terdengar jelas dalam sunyi, mengisi ruang kosong diantara mereka berdua.

Iris keduanya masih berada pada satu titik yang sama. Chanyeol tak sungkan menatapnya lebih lama demi sebuah alasan masuk akal dari pernyataannya barusan, sedangkan Jinri memang tak punya niat untuk berpaling.

“A-aku… Aku tidak melakukan apa-apa. Aku hanya membantumu. Jika yang kau maksud menyukaiku adalah… adalah karena aku selalu membantumu, kau tidak perlu sungkan,” katanya agak terbata-bata.

Chanyeol langsung kembali berfokus pada komputer lipatnya. Sedangkan Jinri mengeraskan rahangnya seiring dengan matanya yang terpejam.

Apa terlalu cepat jika Jinri menyatakan perasannya sekarang?

“Chanyeol-a, tadi itu aku,”

“Aku tidak akan salah paham. Aku mengerti benar isi kepalamu,” Chanyeol, tanpa menoleh, menyela kalimatnya. “Jika kau tidak menyukaiku setelah apa yang aku lakukan, itu baru aneh. Lagipula aku juga menyukaimu, selama kau berbuat baik padaku.” lalu ia terkekeh pelan.

Nyatanya kau sudah salah paham, batinnya bicara.

“Oh ya kembali pada masalahmu, sekarang apa yang harus kita lakukan menurutmu?”

“Terserah padamu saja.” Jinri menyandarkan bahunya pada sofa lalu membuang muka.

“Kalau demi mensucikan arwahmu kita harus menyelesaikan urusanmu, apa aku harus memulainya dari rumah sakit? Apa kau kira mereka masih punya data tentangmu? Tapi apa mungkin mereka akan memberitahukannya padaku?”

Jinri tidak mendengarkannya sama sekali. Kesalnya pada pemuda itu belum terobati.

Tapi ia akui kalau ia memang tak sepantasnya menyatakan cinta pada pemuda yang sudah mempunyai kekasih. Tapi perasaannya tidak main-main. Buktinya kini ia tak kuat jika harus melihat foto Eunji yang tergantung di dinding apartemen itu.

Entah sejak kapan perasaan macam itu bersarang dalam dirinya hingga ia tidak bisa lagi memungkirinya saat ini.

“Bagaimana menurutmu?” tanya Chanyeol.

“Aku tidak tahu!” tanpa sadar ia berseru kencang.

Chanyeol tersentak kaget. “Wae? Kenapa kau malah teriak-teriak begini?” ia bertanya.

Triiing.

Jinri menghilang bagaikan sihir tanpa meninggalkan sepatah katapun. Ditinggalkannya Chanyeol bersama dengan tanda tanya besar dalam kepalanya.

“Aish.” gerutu Chanyeol pada akhirnya.

.

Sedangkan di luar pintu apartemennya, Jinri bersandar pada dinding. Hatinya agak sedikit nyeri kala mengingat ucapan Chanyeol setelah tadi ia menyatakan perasaannya.

Kiranya kata-kata itu menjadi jawaban yang paling tepat untuknya.

“Aku tidak boleh seperti ini.” gumamnya pada diri sendiri.

Dengan terlontarnya kata-kata itu keluar, dalam hati ia juga berikrar bahwa tidak boleh ada lagi kejadian seperti tadi, dan tidak boleh ada lagi perasaan tersisa untuk Park Chanyeol.

Tapi begitu cepat rasanya ikrar itu diuji oleh Sang Maha Pencipta.

Melalui ujung matanya Jinri menangkap sosok gadis berponi yang sedang tak ingin dijumpainya. Mengenakan kemeja kotak-kotak warna pastel dan mantel hijau tua, ia melangkah pasti di lorong apartemen itu.

“Sial!” Jinri mengumpat.

.

Ding dong.

Leher Chanyeol berputar cepat kearah pintu apartemennya. Seseorang datang berkunjung di waktu yang tak tepat.

Ia melirik sisi kiri sofa yang didudukinya. Kosong melompong. Ya, gadis yang tadi duduk di sana pergi meninggalkannya setelah berteriak tanpa alasan yang jelas. Dan Chanyeol punya kekhawatiran yang besar untuk itu.

Ding dong.

“Ya, tunggu sebentar!” sahutnya lalu bangkit setelah yakin kalau gadis itu tidak akan muncul lagi tiba-tiba.

“Dasar gadis aneh!”

“Siapa yang kau bilang aneh?”

Alisnya terangkat sebelah. Chanyeol tak sadar kalau ia bergumam sendiri ketika membuka pintu apartemennya lebar-lebar.

Dan ia mendapati Eunji berdiri didepan pintu dengan banyak plastik belanjaan berisi sayur mayur. Ia tak nampak terkejut akan kehadiran Eunji, tapi juga tak nampak tertarik seperti biasanya.

“Tidak, bukan siapa-siapa.” ia tersenyum kikuk.

Eunji melangkah masuk sebelum dipersilakan. Ia memang sudah menganggap apartemen sederhana itu seperti rumahnya sendiri, ia bahkan hapal seluk beluk di dalamnya.

“Kau untuk apa datang kesini?”

Eunji mengangkat plastik belanjaannya sebatas dada lalu menjawab, “Memasak untukmu.”

“Ah ya, memasak… untukku.”

Eunji masuk ke dapur. Mengeluarkan macam-macam bahan masakan untuk semangkuk besar sup kimchi, telur dadar gulung, dan daging panggang. Di ruang tengah Chanyeol hanya memandanginya dengan sesuatu yang mengganjal dalam benaknya.

“Kau tidak mau membantuku?” Eunji mengerucutkan bibirnya.

Chanyeol mengerjap. “Kau tahu kan aku tidak suka ada di dapur,” jawabnya sambil duduk kembali di sofa.

Eunji melirik komputer lipat diatas meja yang masih menyala. Dan lagi sorot mata kekasihnya tak pernah lepas dari sana lebih dari tiga detik.

Ia lantas bertanya, “Apa kau sudah mulai bekerja lagi?”

“Belum,”

“Lalu kau sedang apa?”

Chanyeol baru saja tersadar kalau jemarinya masih aktif mengetik beberapa keywords berbeda untuk menjawab perihal mengenai Jinri.

“Aku sedang membantu temanku. Dia sangat butuh bantuan,” jawabnya, berbohong.

“Oh, ayolah!” Eunji menanggalkan kegiatan mengiris bawangnya. Mengelap tangannya dengan kain, ia lalu mendekati Chanyeol setelah mengerling mesra.

“Aku juga sedang butuh bantuanmu. Seberapa penting memangnya temanmu itu sampai kau mengabaikan aku?”

Chanyeol segera mematikan komputer lipatnya begitu Eunji duduk di sebelahnya. Gadis itu melingkarkan tangannya di lengannya lalu bersandar di pundaknya.

Untuk pertama kalinya dalam sejarah Chanyeol merasa tak nyaman diperlakukan seperti itu. Tak tahu mengapa Eunji terasa asing. Ia merasa salah bermesraan dengan Eunji.

“Aku merindukanmu, babo!”

Lalu Eunji mengecup pipi kiri Chanyeol.

Ia terbelalak. Jantungnya berdegup cepat dan lututnya lemas. Tapi bukan dalam artian yang baik. Ia tahu bahwa ada yang salah pada dirinya karena pada saat itu juga Jinri terlihat jelas dalam benaknya.

Tiba-tiba ia merasa seperti telah mengkhianati Jinri.

Mengapa bisa begitu?

“Tanganku agak sedikit keram,” ia mencoba melepaskan diri.

“Keram? Apa ada sesuatu yang salah? Apa luka-lukamu terbuka lagi?”

Prang.

Tanpa sebuah peringatan, cangkir kopi diatas meja pecah.

Agaknya akan terasa normal jika cangkir itu jatuh ke bawah tapi tidak, cangkir itu masih berada di posisi semula kala tiba-tiba pecah begitu saja.

“Aigoo, sepertinya aku menyenggol mejanya sampai cangkirnya pecah!” seru Eunji.

Chanyeol tak berkedip. Terakhir kali ia menyaksikan bagaimana Jinri bisa menjatuhkan jam dinding tanpa menyentuhnya, membuatnya pecah dan berserakan di lantai.

Kali ini ia punya firasat kalau Jinri jugalah yang menjadi dalang dari pecahnya cangkir itu. Atau mungkin ia yang berlebihan? Toh, tidak ada bayang-bayang Jinri dalam ruangan itu.

Tidak ada.

Atau Chanyeol yang tidak melihatnya sama sekali.

Karena pada nyatanya, Jinri ada disana.

Sebagian wajahnya tertutup oleh helaian rambutnya yang tergerai. Dengan telapak tangan yang mengepal, ia terlihat menyeramkan saat berdiri di pojok ruangan yang tak terkena pancaran cahaya.

Ikrarnya untuk tidak menyisakan perasaan pada Chanyeol tidak bisa ditepati. Ia marah dan tidak terima saat Eunji berdekatan dengan Chanyeol.

Kata orang, itu dinamakan cemburu.

 

***

 

Chanyeol tak bisa diam. Ia menggaruk kepalanya tiap lima menit sekali dan melirik jam dinding tiap tiga puluh detik sekali. Kakinya dihentak-hentakan ke lantai sambil memandang ke satu-satunya pintu masuk apartemennya.

Yang membuat ia begitu resah sejak tadi ternyata adalah bulan yang kini menggantikan mentari merajai langit. Serta suhu yang mulai merendah ketika malam menjemput.

Sedangkan Jinri belum juga kembali.

“Sudah jam sepuluh. Kemana dia?”

Tidak ada tanda-tanda kalau gadis itu akan kembali. Ini semakin membuatnya gelisah. Apa perlu ia mencarinya ke luar?

Hari semakin larut, udara semakin dingin. Jinri bisa saja sakit. Ia bisa saja tersesat kalau terlalu jauh berjalan. Ia bisa diculik oleh sekumpulan preman yang senang mabuk-mabukan di ujung jalan.

Membayangkan hal itu saja sudah membuat kepalanya sakit, tapi kepalanya tidak bisa untuk tidak membayangkannya.

“Aish, kenapa senang sekali membuat orang lain khawatir sih?”

Chanyeol tak tahan lagi. Ia mengambil mantelnya dari dalam lemari lalu berjalan-jalan ke luar unit apartemennya.

Menembus dinginnya angin musim semi, Chanyeol melangkahkan tungkai kakinya menapaki jalan setapak di sekitar apartemennya. Setengah jam lebih berkeliling ia sama sekali tak menemukan Jinri dimana pun.

Namun tak lantas membuatnya menyerah. Ia menunggui gadis itu di depan pintu masuk gedung apartemennya.

Sesekali ia meniupkan uap hangat pada kedua telapak tangannya atau mengusap lengannya. Tubuhnya memang selalu lemah pada udara dingin, tapi tidak selemah itu hingga memudarkan niatnya menunggu kedatangan gadis itu.

“Aku akan mencekiknya saat dia kembali nanti.” gerutunya sebal.

Satu jam berlalu sangat cepat. Berteman dengan kekhawatiran dan jengkel yang mendalam, Chanyeol menyerah dan memutuskan untuk kembali ke unitnya.

Sebuah perasaan aneh lalu menyeruak dalam batinnya ketika ia menatap pantulan wajahnya pada pintu besi lift yang dinaikinya.

Bagaimana jika dia pergi dan tak akan kembali lagi?, pikirnya.

Pintu besi itu akhirnya terbuka. Chanyeol terdiam, dipaku oleh pertanyaan itu.

Pahit menyerang sanubarinya. Darahnya merambat naik ke kepala hingga menimbulkan pening. Tangannya terkepal erat, emosinya tiba-tiba meluap.

“Awas saja!”

Lalu ia berjalan cepat menuju unit apartemennya. Tak puas berjalan, ia berlari sekencang mungkin demi mencapai unitnya secepat mungkin. Napasnya tersendat-sendat, berpacu dengan jarum jam yang terus bergerak ke depan.

Pintu didorong masuk ke dalam. Decitan pintu yang beradu dengan lantai keramik terdengar mengalun pelan. Mengalahkan bunyi detak jantungnya yang kini sudah tak karuan.

.

Pegangannya pada daun pintu terlepas. Tangannya terkulai lemas. Ia menghela napas panjang melihat gadis itu berbaring dengan mata terpejam diatas sofa.

Kekhawatiran itu mencair layaknya batu es ditengah gurun sahara. Rasanya lega saat dugaannya yang tak beralasan itu tidak terbukti.

“Jinri-a,” panggilnya sambil melangkah masuk.

Gadis yang disebutkan namanya sama sekali tak bergerak. Sepertinya ia sudah larut ke dalam alam mimpi.

Chanyeol lantas berjongkok disamping sofa. Matanya menatap wajah Jinri yang penuh kedamaian. Telapak tangannya mendekati kepala gadis itu, alih-alih mencekiknya seperti yang direncanakan, ia membelai rambut Jinri penuh kelembutan.

“Kau kemana saja? Aku cemas menunggumu sejak tadi,” katanya meski yakin Jinri tak akan mendengar.

“Tolong jangan kau ulangi lagi, jangan membuat orang lain cemas!” tambahnya.

Setelahnya Chanyeol tertawa pelan. Sebuah kenyataan baru saja mempermalukannya.

Jinri adalah seorang hantu. Ia punya kekuatan magis, bisa menghilang, dan tak kasat mata. Dan seperti orang bodoh, ia mencemaskan seorang hantu, menungguinya sambil berdoa agar tidak ada yang berani menyentuhnya.

Apa yang ada dipikirannya?

“Tidurlah yang nyenyak!” tapi ia tak perduli kalaupun ia akan mendapat predikat sebagai lelaki terbodoh di dunia.

Chanyeol menarik tinggi sudut bibirnya sebelum meninggalkan gadis itu dalam tidur lelapnya. Ia tak ingin membangunkannya dari mimpinya yang mungkin saja indah.

.

Kelopak matanya lalu terbuka. Irisnya menangkap pundak pemuda itu yang makin menjauh darinya.

Sebuah senyum terbentuk kala ia mengingat kata-kata pemuda itu tadi tapi sayang, matanya menampilkan sendu yang sungguh bertolakbelakang dengan perasaannya.

Kalau kau terus baik padaku, bagaimana aku akan melupakan perasaanku ini?, batinnya.

Jinri bangkit. Ia lihat Chanyeol sudah menutup diri dengan selimut. Ia pasti sudah tertidur nyenyak.

Memorinya bergerak mundur pada jam-jam sebelum ini; pada saat Chanyeol berkeliling untuk mencarinya, saat Chanyeol menunggunya di pintu masuk gedung apartemennya, saat Chanyeol menggerutu tanpa henti karena ia tak menunjukan diri.

Duduk di tepi ranjang Chanyeol, Jinri balas membelai kepalanya. Adalah sebuah keberuntungan ia bisa bertemu dengan pemuda itu, dan merupakan sebuah keajaiban karena bisa menyentuhnya. Merasakan hangat yang tidak pernah dikenalnya.

 

***

 

“Kuperhatikan, akhir-akhir ini kau jadi banyak diam. Apa kau sakit?”

“Aku sudah mati, apa mungkin aku masih bisa sakit?”

Pemuda itu terkekeh. Merasa bodoh karena ia selalu lupa pada bagian itu. Gadis yang duduk di sebelahnya itu adalah arwah gentayangan, jadi tak mungkin ia bisa merasakan sakit.

“Kau benar juga.” katanya lalu menertawai diri sendiri.

Hening kembali menemani. Hanya suara mesin mobil yang menyala mengisi gendang telinga keduanya, serta tak sekali terdengar suara klakson mobil lain.

“Apa karena aku gagal mendapat informasi tentangmu?”

Beberapa hari lalu, Chanyeol sudah pergi ke rumah sakit untuk mencari informasi lebih lanjut mengenai penyebab kematian Jinri. Tapi seperti dugaannya, pihak rumah sakit tak mau buka suara.

Jinri menggeleng lemah. Ia melihat ke luar jendela dan tidak mengindahkan raut cemas di wajah Chanyeol.

“Apa karena kehidupan di luar tidak seperti yang kau harapkan? Kau bosan?”

Lagi, Jinri menggeleng.

Pemuda itu lalu memberhentikan mobilnya di pinggir jalan. Jinri tersentak kaget saat diinjaknya pedal rem dalam-dalam.

“Turun dari mobil!” suruhnya.

“Apa?”

“Ayo, turun dari mobil!” lalu ia mendahului Jinri keluar dari mobil.

Jinri mengernyitkan dahi. Terlebih ketika Chanyeol membukakan pintu untuknya. Mau tak mau ia menuruti pemuda itu.

“Didekat sini ada taman yang bagus. Ada air mancur ditengahnya dan banyak penjual es krim,” jelasnya bernada ceria.

Jinri menatap pemuda itu dengan tatapan paling polos. Ia tak mengerti apa yang dibicarakan pemuda itu sama sekali.

Tiba-tiba saja pergelangan tangannya digenggam. Dan mereka berlari diantara orang-orang yang tengah berlalu-lalang.

Ia mengulum sebuah senyum. Dengan Chanyeol yang menggenggamnya, kilauan mata berbinar yang menatapnya hangat dan tawa renyah pemuda itu, waktu ia merasa lebih nyata.

“Kau suka es krim rasa apa? Strawberry atau vanilla?” ia bertanya setelah mereka tiba di taman yang dimaksud.

“—Tunggu sebentar disini,” lalu ia pergi membeli es krim.

Jinri melihat ke sekelilingnya. Ada banyak orang disana, berjalan-jalan dengan teman maupun binatang peliharaan. Tiba-tiba saja matanya berair.

Ini bukan sesuatu yang pernah terlintas dalam kepalanya. Ia tidak pernah membayangkan bisa merasa sedikit lebih hidup dari sebelumnya. Berbaur dengan manusia lainnya, melakukan aktivitas seperti mereka, ataupun berdiri dibawah sinar matahari dengan udara segar menyentuh permukaan kulitnya.

“Hei, kenapa matamu berair? Kau menangis?”

Chanyeol datang dan terkejut melihat Jinri. Sebulir air lalu mengalir di wajahnya, menarik garis lurus dari bawah mata hingga ke dagu gadis berparas cantik itu.

“Jinri-a, kau kenapa?” tanyanya penuh cemas.

“Terima kasih,” katanya. “Ini jauh lebih baik dari surga. Park Chanyeol, terima kasih.”

Pada saat itu Chanyeol langsung membentuk seulas senyum. Ternyata tangis itu adalah sebuah ekspresi kebahagiaan.

Jinri terus menangis dengan sebuah senyum di wajahnya. Sedangkan ia berdiri dengan dua buah es krim di tangannya yang mulai meleleh sambil memandangi wajah gadis itu tersenyum.

“Kau mungkin akan terjebak dalam hidupku yang menyebalkan ini dalam jangka waktu yang cukup lama, hanya hal kecil seperti ini yang bisa aku berikan untukmu; makan es krim atau sekedar pergi ke taman. Kau bisa katakan padaku kalau kau bosan dan aku akan berusaha untuk membuatmu tetap tinggal.”

“Ini saja sudah cukup. Selama kau tidak menghilang dari mataku, semua ini sudah lebih dari cukup.”

Chanyeol tak dapat menahan tawa mendengar suara sengau Jinri yang sudah terisak. Di matanya melengkung sebuah senyum bak bulan sabit.

Ini gila! Aku pasti gila, batinnya bicara.

Rasanya seperti ada kupu-kupu beterbangan dalam perutnya, juga kembang api yang meletup-letup dalam kepalanya. Gadis itu selalu memberi rasa yang berbeda terhadapnya.

Aliran darahnya bergerak deras, terasa menyengat tatkala Jinri tertawa atau menatapnya dengan khas. Aneh, tapi menyenangkan.

Kring kring.

“Tunggu sebentar,”

Layar ponselnya menuliskan sebuah nama yang tak asing. Jung Eunji. Ia menatap lawan bicaranya yang tengah menghapus air mata, berpikir sejenak apakah ia harus menerima panggilan dari kekasihnya atau tidak.

Kekasihnya. Ya, benar. Lalu mengapa ia mesti ragu?

“Eunji, ada apa?”

Jinri mendelik begitu nama itu disebut. Ia mengerjap lalu mengedarkan pandangannya kemanapun asal tidak pada Chanyeol.

“Apa harus sekarang? Aku sedang sibuk,”

Jinri mulai gelisah. Ia sudah memprediksikan kalau hal ini akan terjadi.

Beberapa hari belakangan ini Eunji selalu jadi yang paling menyebalkan. Meminta Chanyeol datang ke rumahnya dan menahannya disana seharian penuh untuk alasan yang tak jelas, meninggalkannya di apartemen sendirian.

“Baiklah, aku akan segera datang ke sana. Tunggu aku.”

Garis muka Chanyeol berubah. Hal yang sama juga dapat dilihat pada wajah Jinri yang menunjukan banyak garis kekecewaan.

“Eunji membutuhkanku… Aku harus pergi.” ungkapnya dengan hati-hati.

“Pergilah! Aku akan menunggumu di rumah kita.”

Ia menghela napas. Jinri pasti tak enak hati karena kerap ditinggal sendirian? sejujurnya ia pun tidak ingin membiarkan gadis itu kesepian tapi apa boleh buat.

Tunggu, apa tadi dia bilang ‘rumah kita’?, batinnya bertanya-tanya.

Tergores seulas senyum di wajahnya. Meski sedikit, hatinya merasa senang. Seperti dikelitiki jika dipikir-pikir.

“Baiklah, tunggu aku.” gumamnya pada diri sendiri.

 

***

 

Eunji seringkali melakukan hal ini; memintanya datang ke rumah untuk hal sepele seperti membukakan tutup kaleng selai atau menyicipi makanan buatannya.

Dan demi Tuhan, ia tak pernah keberatan. Ia selalu datang tepat waktu dan mengerjakan apa yang diminta. Itu semua dilakukannya semata-mata demi sang pujaan hati yang kelak ia percaya akan jadi pendamping hidupnya.

Sama halnya seperti hari ini, ia pun tak keberatan. Tapi kepercayaan itu sudah terbang, entah hilang kemana layaknya debu yang ditiupnya dari atas kardus.

“Kemarin ibuku mengirimiku banyak sekali paket dari Busan. Aku lupa membereskannya, kau mau membantuku membereskannya kan?”

Chanyeol mengangguk. Ia tak punya pilihan jawaban yang lain.

“Ibu juga mengirimu gingseng. Beliau panik sekali saat aku beritahu kau kecelakaan. Kotaknya ada diatas meja makan, jangan lupa dimakan ya!” lalu ia mengerlingkan matanya.

“Ini semua mau ditaruh dimana?”

“Di gudang saja.”

Ia mengangkat salah satu kardus yang dinilainya paling berat kemudian menuju gudang yang letaknya di pekarangan belakang rumah Eunji.

Pikirannya mengawang. Memikirkan gadis asing yang baru dikenalnya sebulan terakhir, mencoba menerka-nerka apa yang dilakukannya saat ini, menggambarkan bayangan wajahnya yang paling jelas dalam benaknya.

Astaga, apa yang aku pikirkan?, batinnya.

Gelagat-gelagat aneh itu memang sudah dirasakannya beberapa minggu belakangan. Dan sudah ia coba pula untuk mengusirnya meski tak semudah yang dibayangkan.

Memikirkan Jinri kini jadi kegiatan favoritnya dan merindukannya adalah yang paling membuatnya terkejut. Ini sudah kelewat batas. Tidak pantas jika pria yang sudah memiliki kekasih merindukan gadis lain.

Bukankah itu adalah awal dari perselingkuhan?

Pada saat itu yang terlintas dalam pikirannya hanya satu orang. Sang pakar dalam masalah percintaan serumit apapun masalah itu, Kim Myungsoo. Serta harapan kalau Myungsoo punya jalan keluar yang paling tepat untuknya.

Chanyeol buru-buru masuk ke dalam gudang lalu menaruh kotak kardusnya serampangan. Ia mengeluarkan ponselnya lalu menelpon sahabatnya.

“Myungsoo, kau dimana? Bisa kita bicara?”

Di belahan bumi lain, seorang pemuda sedang mengemudikan setir dengan satu tangan. Ia menggunakan tangannya yang lain untuk menahan ponsel di telinga kirinya.

“Mau bicara apa? Aku sedang ada pekerjaan. Satu atau dua jam lagi bagaimana? Atau…. aku akan ke tempatmu setelah bekerja nanti, bagaimana?”

Kim Myungsoo memusatkan perhatiannya pada jalan lurus didepannya. Tatapan matanya terfokus pada satu titik, begitu misterius seolah tengah menyimpan sebuah rahasia.

“Baiklah. Datang saja ke tempatku. Kebetulan aku pun masih di rumah Eunji. Kalau aku belum pulang nanti, kau boleh langsung masuk ke dalam. Kau masih hapal passwordnya kan?”

Ia mengangguk lalu berkata, “dua, sembilan, kosong, tiga, betul kan?”

“Ya. Kau bisa minta kunci cadangannya pada resepsionis.”

Myungsoo tersenyum. Manis tapi cukup berbahaya jika dipadukan dengan sorot matanya.

Bukk!

Tertiba Chanyeol tak sengaja menjatuhkan kardus lainnya di dalam gudang. Ketika ia menghubungi Myungsoo, ia bersandar pada tumpukan kardus yang menjulang tinggi bak menara.

“Chanyeol-a, bunyi apa itu?”

“Ah bukan apa-apa, hanya kardus yang jatuh—”

Ia membungkuk membereskan kertas-kertas koran lusuh yang berhambur dari dalam kardus. Kebanyakan dari keran itu sudah kering hingga Chanyeol takut menghancurkannya jika menyentuhnya.

Tapi satu diantaranya masih bagus dan licin.

Alisnya bertaut. Selembar koran itu dibungkus rapi dengan plastik, mungkin oleh Eunji.

“Syukurlah, kukira terjadi sesuatu padamu.”

Mata Chanyeol melebar. Deretan kata yang membentuk sebuah kalimat duka cita menarik fokusnya untuk tetap tinggal. Ia menggeleng, menolak apa yang dibaca oleh matanya.

“—Jinri?”

Myungsoo mendelik. Tanpa sadar menginjak pedal rem dalam-dalam begitu nama itu disebutkan oleh sahabatnya. Beruntung kondisi jalan di sekitarnya cukup lengang hingga ketiba-tibaan itu tidak menimbulkan kecelakaan lalu lintas.

“Chanyeol-a…”

Tuut.. tuut… tut…

Chanyeol mematikan ponselnya. Pikirannya tidak bisa berjalan baik setelah mengetahui berita tentang Jinri pernah dimuat oleh surat kabar ibukota.

Jemarinya yang gemetar mengantongi lembaran koran itu. Dan tungkainya yang gemetar berlari ke luar gudang lalu tanpa sempat berpamitan, ia segera pergi pulang.

Pulang. Ke rumah kita.

.

“Jinri-a, kau dimana? Jinri-a!”

Matanya sibuk mencari sedang tangannya meremas kertas itu. Terbersit dalam pikirannya untuk membakar kertas itu tadi tapi rasanya tidak mungkin mengingat itu adalah satu-satunya petunjuk.

“Jinri-a!”

“Wae? Kenapa berteriak-teriak seperti itu? Ini kan bukan hutan, babo!” Lalu ia terkekeh sendiri.

Ia muncul tiba-tiba dari arah dapur. Sinar matahari menyinarinya setelah secara tak sopan masuk tanpa izin melalui celah jendela. Potretnya kala itu membuat rahang Chanyeol mengeras. Dadanya sesak, riuh dengan suara tawa Jinri juga senyumnya yang ramah.

Chanyeol melangkah pelan, menghilangkan jarak diantara mereka dengan sebuah pelukan hangat. Lalu mengistirahatkan dagunya pada pundak Jinri.

“Aku sudah pulang…”

Ia memejamkan matanya. Sesak itu merambat naik ke kapalnya, melebur jadi satu dengan peningnya kemudian bermuara jadi air mata yang tertahan.

Kata-kata yang terangkai dalam koran itu kini tak mau hilang dari penglihatannya dalam gelap sekalipun. Memberi sakit pada Chanyeol yang kini tahu bahwa penyebab kematian Jinri adalah perkara bunuh diri.

 

to be continued

—–
Maaf ya agak terlambat abis aku jadi gak mood gitu sejak kabar hiatus itu huhu
Oh ya, Mohon maaf lahir dan batin ya buat yang merayakan 🙂 maaf nih terlambat ^^

18 pemikiran pada “HELLO GHOST [Chapter 4]

  1. Kyaa~~ Sulli eonnie cemburu nee.. karena Eunji sering mendatangi Chanyeol oppa heheh.. yg sabar yoo Eon.. tenang aja Chanyeol oppa sepertinya juga mencintai Sulli eonnie noh ^^
    Waduhh… ternyata Sulli eonnie meninggal karena bunuh diri TT dan Myungsoo oppa kenapa langsung rem mendadak saat Chanyeol oppa menyebut nama Jinri eonnie??? Sebenarnya Sulli eonnie bunuh diri kenapa?? dan Myungsoo oppa juga dia siapa?? Ahh.. banyak pertanyaan nih.. diotak..

    Eonni lanjut nee.. kalau bisa jangan lama ok hehhee HWAITING ^^

  2. Thor, Antagonistnya kapan di posting? 😥 cepet diposting ya thor.. k tunggu gmna tuh kisah selanjutnya dr baeklli, sngt penasaran..

    1. Hallo puspa 🙂
      Maaf ya kamu kayaknya harus lebih bersabar soalnya aku bener-bener lagi gak mood ngerjain itu. Tapi aku usahain akhir bulan atau awal bulan september ya^^

  3. Wah ternyata sulli unni bunuh diri tohhh….teruas apa hubungannya ya ama myungsooo…chanyeol oppa kasian tuh sulli unni cemburu tuhh…ya udh daripada banyak omong lanjut thor…ditunggu mau selama apapun tetep ditunggu kok lanjutannya

  4. jadi sulli beneran udah meninggal?aq berhrapnya dia cuma koma mkanya ga bisa terbang ke surga….dan adakah hub jinri ma myungsoo…hah makin penasaran…semangat thor…

  5. Uhh sebel juga sama chanyeol, kasihan jinri padahal udah jelas chanyeol suka sama jinri cuman dia gak nyadar aja kalo dia suka sama jinri. Dan baguslah kalo perasaan chan buat eunji udh mulai berkurang hihihi:-D
    jinri mati karena bunuh diri? Karena apa? Ahh lagi penasaran gini malah bersambung 😦 jahat deh:-(
    Lanjutin cepat ya thor sama yang the antagonit versi minsulnya kapan di update thor? Bener” udah karatan nunggunya, eh tapi aku tetep setia lho nunggunya kan aku pembaca setia tulisan author dyocta kekeke:-D

    1. Hallo suci 🙂
      Hmm kapan ya? aku usahain awal bulan september ya soalnya aku lagi gak mood banget ngerjain itu gara-gara beritanya sulli aku jadi banyak lemesnya huhu maaf yaa 😥

  6. Hoho aku mampir lagi keke
    sulli cemburu sma eunji ya keke segitu besarkah perasaan cintamu ke chanyeol sull ? Oh ayolah chanyeol kau membuat hati sulli sakit padahal kmu sendiri belum menyadari klo kmu suka sma sulli wkwk
    eunjii kenapa aerung bngy nyuruh chanyeol kermhnya eoh ? Kasian sulli d apartemen sendirian
    Kenapa myungsoo kaget waktu chanyeol nyebutin nama jinri ? Mungkinkah myungsoo kenal dengan jinri ? Trus juga kenapa korannya masih terbungkus rapi di rmh eunji ?Sulli bunuh diri benarkah itu ? Kyaknya gak mungkin deh klo bunuh diri
    Huaaaa penasaran eon hehe
    fightin eon 🙂

  7. Chan mau Sulli ud sama2 tumbuh rasa..tpi gak.mngkn kan mereka bisa bersatu..kan beda dunia..hikss T^T
    Wait…knpa.Myungsoo nmpak kaget mndgr nama Jinri??? Ap hubungan dngn Sulli? Apakah iya kematian sulli brhubungan dngn nya?? Wah…makin seru..next juseyo^^

  8. Hari semakin larut, udara semakin dingin. Jinri bisa saja sakit. Ia bisa saja tersesat kalau terlalu jauh berjalan. Ia bisa diculik oleh sekumpulan preman yang senang mabuk-mabukan di ujung jalan.

    Chanyeol!!! Jinri itu ghost…
    Kkk~
    Udah deh, menyerah aja! Kamu ketangkap basah sama sensor saya kalo kamu jatuh cinta sama Jinri!
    Ngaku! Ngaku! ~ ( ¬͡͡.̮¬͡͡)
    #smirk

    “Rumah kita.” Aku senyum2 sendiri baca kalimat itu… Hihihi (´̯ ̮`̯ )

    Waaa… Jinri benaran udah mati toh, Thor? :O Bunuh diri? :O
    Semoga itu beritanya salah ya…
    Duh, masih berharap kalo Jinri itu cuma koma aja…
    Dan ada apa dengan Myungsoo? Langsung bereaksi begitu Chanyeol sebut nama Jinri… :O
    Benar-benar misterius!
    Eunji juga, kok dia nyimpan koran yang muat berita soal Jinri?
    ADA APA SEBENARNYA?
    (۳º̩̩́Дº̩̩̀)۳
    Authornim, please, lanjut ke chapter selanjutnya… 😥
    Aku menanti ceritamu…
    Soal berita tentang Sulli, kuatkan hati & tetap dukung uri Sulli ya…
    Dukung dia terus di saat2 bahagianya ataupun saat2 tergelapnya…

    Fighting!!! (ง◦’▽’)ง

  9. Authornim… (^▿^)/°
    Sehat selalu kan? I hope you are. 🙂
    Sibuk maksimal kah, Authornim?
    Hiks, aku bolak-balik buka FF ini, tapi belum ada update juga…
    #sedih 😦
    Please update this story, Authornim…
    And I hope you do well there…
    Keep up your great work! 😉
    Kamsahamnida…

  10. Authornim… 😦
    Masih kah ada harapan?
    Masihkah FF ini dilanjutkan?
    😦 😦 😦 😦 😦
    Ah, beberapa minggu yang lalu, Chanyeol sama Jinri ngobrol loh di Instagram… Authornim tahu kan?
    They’re sooo cute! >.<
    Authornim, entah kenapa aku benaran merasa Chanyeol pernah ada hubungan sama Jinri… Mengingat sandi apartemennya aja tanggal ultah Jinri… Pasti ada sangkut pautnya kan? Please lanjutin FF ini, Authornim… Please… :')
    Kamsahamnida! 🙂

  11. Authornim… Maapin aku kalo aku cerewet banget nyari-nyari terus…
    Tapi aku udah kangen banget sama story linemu… 😥
    Tolong akuuuuu~

Tinggalkan komentar